MICE  

Zakat dan Optimisme Indonesia Menuju Negara Kesejahteraan

SEJAK era kemerdekaan, cita-cita membangun negara kesejahteraan (welfare state) ialah salah satu tujuan para pendiri bangsa. Hal ini terbukti pada sila keempat Pancasila dan Pasal 27, 28, 31, 33, 34 UUD 1945, yang menyatakan kesejahteraan diwujudkan untuk seluruh rakyat Indonesia.

Konsep welfare state diadopsi oleh negara- negara Eropa, yaitu oleh kaum konservatif pada abad ke-19 dan kaum fasis pada abad ke-20, terutama untuk menghambat pemberontakan kelompok buruh dan kaum sosialis. Namun, di Inggris konsep tersebut dibawa oleh Partai Liberal yang dipengaruhi oleh keberhasilan reformasi sosial di Jerman. Adapun di Prancis, konsep negara kesejahteraan mulai muncul sektar 1930-an.

Di negeri ini, berbagai literatur menunjukkan konsep negara kesejahteraan, sudah mulai muncul sejak para pejuang menggodok ‘konsep Indonesia’. Konsep negara kesejahteraan ini semakin berkembang dengan kemunculan berbagai program pengentasan kemiskinan, yaitu dengan memberikan berbagai subsidi kepada rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pembukaan UUD 1945 juga menegaskan, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”

Kini banyak produk legislasi yang mendorong Indonesia semakin mantap menjadi negara kesejahteraan. Seperti UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial, UU No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dan UU No 23 tentang Pengelolaan Zakat dan sebagainya.

Dalam praktik, Indonesia memisahkan konsep negara kesejahteraan ke dalam dua kategori (Kompas, 28 Februari 2022). Pertama, program jaminan hari tua yang menggunakan sistem tabungan untuk memupuk dana yang akan diberikan sebagai tunjangan hari tua, berupa tunjangan pascakarya ataupun uang pensiun.

Kedua, program pemeliharaan kesehatan berupa penerapan sistem asuransi menyeluruh dengan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) sebagai pengelola. Masyarakat diharuskan membayar iuran wajib setiap bulan dan menyediakan asuransi kesehatan untuk keluarga miskin melalui kartu Indonesia sehat (KIS) tanpa kewajiban membayar iuran. 

Dalam konsep welfare state, pemerintah memegang peranan penting dalam menjamin kesejahteraan warga negara dengan ciri, antara lain berupa asuransi sosial dan program jaminan kesejahteraan masyarakat lainnya.

Pada dasarnya, praktik dalam konsep negara kesejahteraan tidak asing bagi Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Konsep negara kesejahteraan sejalan dengan salah satu dari lima pilar ajaran Islam, yaitu kewajiban memberikan zakat ke negara bagi mereka yang memenuhi syarat.

Hasil pengumpulan zakat dari para muzaki, munfiq, dan mutashaddiq ini kemudian dikelola pemerintah melalui Baznas sebagai amil negara untuk diberikan kepada para mustahik. Dengan target dan harapan agar mereka bisa berubah menjadi muzaki. Nah, di sinilah zakat, infak, sedekah dan wakaf menempati posisi strategis sebagai salah satu pilar yang menopang upaya mewujudkan negara ke sejahteraan.

Ini pula yang mendorong pemerintah mendukung gerakan cinta zakat, seperti setiap tahun dilakukan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta. Presiden Jokowi selalu mengimbau seluruh umat Islam, khususnya pejabat-pejabat negara, aparatur sipil negara, BUMN, dan seluruh kepala daerah di Tanah Air untuk menunaikan kewajiban zakat melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) agar dapat dikelola secara profesional dan transparan. 

Presiden menegaskan bahwa pemerintah terus berikhtiar sekuat tenaga untuk mengurangi angka kemiskinan, terutama kemiskinan ekstrem. Menurut dia, ikhtiar itu membutuhkan dukungan dan partisipasi dari semua pihak. “Termasuk melalui penghimpunan dan penyaluran zakat, infak dan sedekah oleh Baznas,” kata Presiden Jokowi dalam acara penyerahan zakat bersama para menteri di Istana Negara, Jakarta, Selasa (28/3).

Kegiatan yang sama diikuti Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yang memimpin kegiatan penyerahan zakat di lingkungan TNI melalui Baznas. Kegiatan bertema ‘TNI Berzakat’ tersebut digelar atas kerja sama Unit Pengumpul Zakat (UPZ) UO Mabes TNI dengan Baznas, di Aula Gatot Subroto Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (5/4).

Panglima TNI menyerahkan zakat prajurit TNI kepada Baznas, setelah itu bersama KSAD yang diwakili Wakil KSAD Letjen Agus Subiyanto, KSAL Laksamana Muhammad Ali, dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo, juga menunaikan pembayaran zakat kepada Baznas.

Jika dikelola dengan baik, beragam dana filantropi ini akan membuka peluang Indo nesia menjadi welfare state, yaitu negara yang memperjuangkan kepentingan tunjangan sosial untuk rakyat (Rudy M. Harahap, PhD., Bpkp.go.id, 4 Februari 2021). Negara kesejahteraan ini bisa menciptakan keadilan ekonomi dan sosial, serta menjaga martabat (dignity) rakyat, di mana rakyat tidak harus mengemis di jalanan dalam situasi krisis (World Atlas, 2020).

Karena itu, segenap kekuatan yang dimiliki pemerintah dan masyarakat dalam menghimpun potensi zakat yang mencapai Rp350 triliun ialah optimisme yang besar bagi Indonesia menuju negara kesejahteraan yang sesungguhnya.

Seperti cita-cita yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945; “….melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Saatnya Kementerian Sosial bersama Baznas, bekerja sama secara terpadu dan berbagi tugas untuk menyantuni masyarakat yang belum sejahtera menjadi sejahtera, serta didukung oleh lembaga negara dan lembaga pemerintah. Salam cinta zakat.

Sumber: mediaindonesia.com