KABUPATEN Cianjur, Jawa Barat, mengembangkan mina padi. Upaya itu dilakukan untuk meningkatkan produksi padi.
Plt Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan dan Ketahanan Pangan (TPHPKP) Kabupaten Cianjur, Insanuddin Lingga, mengatakan peningkatan produktivitas lahan pertanian menjadi program prioritas.Targetnya, peningkatan produktivitas padi itu di lahan 1.000 hektare.
“Peningkatan produktivitas 1.000 hektare lahan pertanian ini dilakukan secara bertahap selama lima tahun,” kata Lingga kepada Media Indonesia, Minggu (29/10).
Tahun ini lahan pertanian yang diimplementasikan untuk peningkatan produktivitas seluas 215 hektare. Dari luasan lahan tersebut, sudah direalisasikan 170 hektare. “Akhir Oktober ini akan direalisasikan 45 hektare lagi. Jadi, total seluas 215 hektare. Sesuai target yang ditetapkan,” jelas Lingga.
Pola peningkatan produksinya dilakukan dengan sistem mina padi. Dari 170 hektare yang sudah direalisasikan, kata Lingga, dilakukan panen perdana di lahan Kelompok Tani Panaruban 1 di Kampung Panaruban Desa Bunijaya Kecamatan Pagelaran. “Panen perdana mina padi ini berada di lahan seluas 10 hektare sekaligus panen ikan nila,” ungkapnya.
Lingga menuturkan dengan pola mina padi terjadi peningkatan produksi hasil panen. Dari biasanya menghasilkan rata-rata sekitar 5,2 ton padi per hektare, dengan pola mina padi meningkat menjadi 7-7,5 ton per hektare. “Makanya alhamdulillah, produksi padi di Kabupaten Cianjur surplus sebanyak 317 ribu ton,” tegasnya.
Kelebihan sebanyak 317 ribu ton itu merupakan sisa setelah kebutuhan masyarakat Kabupaten Cianjur terpenuhi. Artinya, konsumsi beras warga Cianjur sejauh ini selalu terpenuhi.
“Ada hitung-hitungan per jiwa itu kebutuhan konsumsi berasnya. Nah, dari pemenuhan kebutuhan ini masih ada sisa atau surplus sebanyak 317 ribu ton. Surplus ini yang biasanya dipasok ke luar,” ungkapnya.
Meningkatnya produksi hasil panen dengan pola mina padi, lanjut Lingga, dilakukan dengan sistem semiorganik. Artinya, di lahan-lahan tersebut proses pemupukannya sebagian mengggunakan pupuk organik, sebagai lagi pupuk kimia.
“Ke depan, kita ingin peningkatan produktivitas bisa full organik. Tak bisa sekaligus karena mengubah kebiasaan masyarakat atau petani dari yang biasa menggunakan pupuk kimia ke organik itu butih waktu,” pungkasnya. (OL-15)
Sumber: mediaindonesia.com