MICE  

Setelah Kesulitan Ada Kemudahan

FA inna ma’al-‘usri yusra. Inna ma’al-‘usri yusra (Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan).

The best World Cup ever,” kata Presiden FIFA Gianni Infantino.

My experience in Qatar was 10 out of 10,” kata pemain timnas Swedia, Zlatan Ibrahimovic.

Qatar memang patut berbangga, tidak hanya karena negara mungil itu sukses menyelenggarakan turnamen Piala Dunia selama 28 hari, tetapi lebih penting lagi negara itu lulus menghadapi situasi-situasi sulit selama persiapan menuju Piala Dunia 2022.

Qatar setidaknya menghadapi tiga tantangan besar jelang Piala Dunia 2022. Pertama ialah pandemi covid-19. Sama seperti negara lain, Qatar mengalami kontraksi ekonomi yang hebat akibat badai covid-19. Kedua ialah blokade dari negara tetangga mereka, atau yang biasa disebut Krisis Teluk. Selama periode 2017-2021 Qatar menghadapi blokade darat, laut, dan udara. Sebuah situasi yang tidak mudah bagi negara yang sedang mempersiapkan turnamen sepak bola terbesar sejagat.

Tantangan terbesar ketiga bagi Qatar dalam mempersiapkan Piala Dunia ialah tekanan bertubi-tubi yang dilancarkan negara-negara Barat. Media Barat terus menghujani Qatar dengan kritik terutama soal hak asasi manusia, skandal korupsi, hingga perlakuan buruk terhadap buruh migran. Kritik Barat yang kadang dilakukan secara tidak berimbang tersebut tak pelak menimbulkan kekhawatiran akan adanya boikot terhadap Piala Dunia Qatar.

Namun, Qatar tetap bergeming dengan usaha mereka untuk membuktikan kepada dunia bahwa mereka dapat menjadi tuan rumah Piala Dunia yang baik. Satu per satu masalah-masalah besar tersebut mereka selesaikan. Dalam hal penanganan covid-19, Qatar ialah negara yang memiliki tingkat kematian karena covid-19 paling rendah di dunia. Sistem kesehatan yang modern dan terpadu menjadi kunci keberhasilan penanganan wabah covid-19 di Qatar.

Dalam hal blokade dari negara tetangga, Qatar melakukan perlawanan elegan melalui lembaga-lembaga resmi seperti International Court of Justice (ICJ) dan International Civil Aviation Organization (ICAO). Tidak berhenti di sana, Qatar mengubah situasi blokade menjadi momentum untuk lebih berdikari (self-sufficient). Dari blokade, mereka membangun industri peternakan dan pertanian tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga untuk ekspor.

Jika ada yang termanis dari warisan Piala Dunia Qatar, barangkali itu ialah sikap Qatar dalam menghadapi kritik dan seruan boikot negara-negara Barat. Alih-alih balas mengumpat, Qatar justru melakukan reformasi gradual di dalam negeri mereka. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia direvitalisasi, upah buruh dinaikkan, sistem kafalah (sering disebut sebagai awal dari perbudakan modern) dihapuskan. Semua dilakukan secara bertahap tanpa menimbulkan kegaduhan berarti di dalam negeri.

Singkatnya, Piala Dunia Qatar telah membawa dampak penting tidak hanya dari sisi pembangunan fisik yang sangat masif, tetapi juga telah turut mendorong reformasi kelembagaan, pranata hukum, sosial budaya, dan berhasil mengukuhkan solidaritas serta soliditas rakyat Qatar sebagai sebuah bangsa.

Banyak hal yang dapat kita pelajari dari Piala Dunia Qatar. Dalam konteks semangat Ramadan, momen Piala Dunia Qatar mengingatkan kita bahwa pada setiap kesulitan yang datang, pasti akan datang pula kemudahan. Allah SWT berfirman, “Fa inna ma’al-‘usri yusra. Inna ma’al-‘usri yusra (Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan) (Asy-Syarh 5-6).”

Qatar, sebagai salah satu negara paling beragam di dunia (lebih dari 100 kewarganegaraan bermukim di Qatar), telah membuktikan bahwa kebersamaan di antara semua elemen bangsa ialah kunci ketika kita harus menghadapi masa-masa sulit. Tidak ada negara yang sempurna, termasuk juga negara-negara Barat, tapi dari Qatar kita dapat belajar bahwa setiap datang kesulitan akan datang pula kemudahan. Tugas kita hanya mengikhtiarkannya, dengan solidaritas dan soliditas yang penuh.

Sumber: mediaindonesia.com