MICE  

Rusia Pastikan Terus Targetkan Infrastruktur Energi Ukraina

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov memastikan akan terus menyerang infrastruktur energi Ukraina. Alasannya ancaman terhadap Moskow semakin kuat jika Kyiv memiliki kecukupan energi.

“Infrastruktur ini mendukung kemampuan tempur angkatan bersenjata Ukraina dan batalyon nasionalis,” kata Lavrov.

Ia mengklaim bahwa tindakan Moskow sebenarnya ditujukan untuk meminimalkan jumlah korban sipil. Dia mengatakan bahwa rentetan serangan rudal Rusia baru-baru ini dimaksudkan untuk melumpuhkan fasilitas energi yang memungkinkan Ukraina menyerang Rusia.

Gelombang serangan rudal Rusia terhadap infrastruktur energi Ukraina sejak Oktober telah menyebabkan jutaan orang terputus dari listrik dan panas, dan krisis air bersih. Lusinan warga sipil tewas dalam serangan tersebut.

Lavrov juga mengecam Amerika Serikat (AS) dan sekutunya dari NATO dan menuduh mereka menginjak-injak hukum internasional saat mencoba mengisolasi dan menghancurkan Rusia. Dia mengklaim bahwa AS telah mencoba untuk mencegah sejumlah negara termasuk India berhubungan dengan Rusia.

Rusia, yang menginvasi Ukraina pada 24 Februari, menegaskan tidak menargetkan warga sipil. Dalam beberapa kasus, mereka menyalahkan Ukraina atas serangan yang menimbulkan korban Sipil.

Tetapi Ukraina dan negara-negara Barat mengatakan Rusia menargetkan infrastruktur sipil utama dalam upaya untuk menurunkan moral dan memaksa Ukraina melakukan pembicaraan damai. Namun Lavrov mengatakan Rusia tidak pernah meminta pembicaraan namun selalu siap jika itu diajukan Ukraina.

“Kami siap mendengarkan mereka yang tertarik dengan penyelesaian yang dinegosiasikan,” paparnya.

Pada saat yang sama, diplomat Rusia itu juga menuduh NATO dan AS memiliki taktik perang masa lalu. “Bandingkan histeria yang dilancarkan di media Barat sekarang dengan apa yang terjadi ketika AS membom Irak,” katanya.

Di bekas Yugoslavia, NATO juga membom pusat TV di Beograd dengan alasan untuk melayani propaganda perang musuh, kata Lavrov. Kremlin telah mendesak Ukraina untuk mengakui Krimea, yang dianeksasi Moskow dari Ukraina pada 2014.

Ia juga terus mendorong jaminan bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO, dan untuk tujuan demiliterisasi dan de-Nazifikasi. Mengenai kemungkinan pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Joe Biden, Lavrov mengatakan “kami tidak menghindari kontak tetapi kami belum mendengar ide serius,” jelasnya.

Menurut dia Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken telah mengajak bicara soal warga AS yang dipenjara di Rusia melalui panggilan telepon. Keduanya juga menyarankan pembicaraan Putin dan Biden melalui saluran komunikasi.

“Ini berhasil dan saya berharap beberapa hasil akan tercapai,” tambahnya.

Pemerintahan Biden telah mencoba selama berbulan-bulan untuk menegosiasikan pembebasan bintang WNBA Brittney Griner dan eksekutif keamanan perusahaan Amerika-Michigan lainnya Paul Whelan, melalui kemungkinan pertukaran tahanan dengan Moskow.

Soal pengendalian senjata nuklir dengan AS, Lavrov berpendapat bahwa tidak mungkin untuk membahas isu itu di tengah gejolak di Ukraina. “Lewat isu itu AS ingin menghancurkan Rusia. Bagaimana mungkin tujuan mengalahkan Rusia tidak memiliki arti penting bagi stabilitas strategis, mengingat mereka ingin menghancurkan sumber stabilitas strategis utama?” (Aljazeera/OL-12)


Sumber: mediaindonesia.com