MICE  

Rokok Ilegal Kian Marak di Malang

Peredaran rokok ilegal diprediksi kian marak setelah penaikan tarif

cukai hasil tembakau (CHT) 2023 sebesar 10%.

“Kondisi sebelumnya saja peredaran rokok ilegal sudah merajalela,” tegas Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto, Minggu (13/11).

Saat ini, lanjutnya, peredaran rokok ilegal sudah merambah Malang

sebagai daerah produsen rokok. Sebelumnya, rokok diedarkan di Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan.

“Kami menemukan produk rokok ilegal tanpa dilekati pita cukai di Pakis,

Kabupaten Malang,” katanya.

Fakta itu membuktikan pelaku yang memproduksi rokok ilegal dalam jumlah

besar kian berani dengan meluaskan pasar. Karena itu ia minta Bea Cukai

menggencarkan operasi penindakan guna memberikan rasa aman bagi pelaku

usaha yang legal.

 

Gempur rokok ilegal

Sementara itu Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)

Jawa Timur 2 menyatakan industri hasil tembakau di wilayah kerjanya

sebanyak 289 pabrik rokok. Di Malang sebanyak 107 pabrik, 12 pabrik di

Madiun, 19 pabrik di Banyuwangi, 33 pabrik di Kediri, 79 pabrik di

Blitar, 29 pabrik di Jember dan Probolinggo 10 pabrik.

Menurut Kepala Kanwil Bea Cukai Jatim 2 Oentarto Wibowo, operasi gempur

rokok ilegal sudah optimal. Namun, upaya pemberantasan akan terus

ditingkatkan.

Oentarto menjelaskan rokok ilegal yang beredar di Indonesia hanya 5,5%

dari total produksi. Di Malaysia jauh lebih besar mencapai 67%, Filipina 50% dan Singapura 20%.

“Rokok ilegal di Indonesia relatif lebih kecil daripada Malaysia,

Filipina dan Singapura,” ungkapnya.

Sejauh ini, kata dia, gempur rokok ilegal untuk melindungi pasar

pabrikan kecil. Selama 2022 ini, DJBC Jatim 2 menyita 34 juta batang

rokok ilegal setara Rp200 miliar dibanding tahun lalu hanya 27 juta

batang.

Selain upaya penindakan, pihaknya menguatkan pembinaan. Selama pandemi

covid-19 pada 2021, industri hasil tembakau skala kecil tumbuh karena saat itu tidak ada kenaikan tarif cukai. Tumbuhnya pabrik kecil rokok itu karena produksinya tidak banyak, akan tetapi berkontribusi menyerap tenaga kerja. (N-2)

 


Sumber: mediaindonesia.com