MICE  

Ragam Gaya Juru Taktik

BERAGAM cara dilakukan para pelatih timnas di Piala Dunia 2022 demi merancang strategi permainan yang diterjemahkan di lapangan hijau. Gaya khas tertentu, bahkan teknologi yang dipakai pun bervariasi sesuai kreativitas dan kebutuhan.

Pelatih timnas Spanyol Luis Enrique menjadi salah satu yang memiliki ciri khas tersendiri. Ketika laga pembuka Grup E, La Roja menggilas Kosta Rika 7-0. Para pemain tampak disiplin soal posisi di mana mereka seharusnya berada di lapangan dan apa yang harus mereka lakukan setiap saat.

Enrique dengan strateginya yang ketat mengatur distribusi posisi pemain demi mempertahankan penguasaan bola. Pemainnya sudah dirancang untuk memainkan peran dalam struktur yang ditetapkannya.

Di balik itu, Enrique menerapkan gaya dan teknologi pada sesi latihan dengan inovatif. Cara yang dilakukannya bahkan cenderung out of the box.

Ketika Spanyol berlatih, baik di markas mereka di Las Rozas dekat Madrid maupun di Universitas Qatar di Doha, Enrique kerap kali berdiri di atas perancah yang dia minta khusus untuk dibangun di pinggir lapangan. Gaya seperti itu sudah dia gunakan sejak menangani Celta Vigo pada 2013.

Dari atas perancah, dia bisa melihat lebih baik posisi pemainnya. Lalu, dengan menggunakan mikrofon di bagian belakang rompi latihan pemain, Enrique memberi instruksi mereka melalui walkie-talkie.

“Hari ini, misalnya, saya memutuskan para striker akan memakainya dan kami memiliki komunikasi yang jauh lebih tenang,” kata Enrique melalui Twitch pekan lalu.

“Saya tidak berbicara dengan mereka (pemain) saat permainan (latihan) sedang berlangsung karena mereka tidak perlu berpikir bahwa saya mengejar mereka. Namun, ketika perpindahan bola selesai, jika ada yang perlu diperbaiki, saya akan memberi instruksi untuk pemain memperbaikinya,” ucap mantan pelatih Barcelona itu.

Cara semacam itu menghemat tenaga karena tak harus berteriak-teriak lantang. Komunikasi dengan pemain juga menjadi mudah dan efisien. Untuk menerima instruksi, pemain tak perlu repot-repot ke pinggir lapangan meninggalkan posisinya sebelum kembali latihan lagi.

Di markas La Roja di Madrid, juga ada layar raksasa di tempat latihan yang digunakan Enrique untuk evaluasi permainan melalui video. Teknologi visual dipakai untuk memberikan instruksi gaya bermain kepada pemain. Cara itu kerap dilakukan Enrique sampai-sampai dia berseloroh skuadnya lebih banyak latihan di video ketimbang di lapangan.

“Kami lebih banyak berlatih di video daripada di lapangan. Ada pemain yang melakukan hal-hal dengan klub mereka yang sangat berbeda dari yang kami minta, tetapi kami telah melihat ketika mereka datang bersama kami, mereka melakukannya dengan cemerlang,” terang pelatih 52 tahun itu.

Pemain pun merasa pemanfaatan teknologi membuat latihan bisa semakin efektif. Bek muda Spanyol Eric Garcia mengakui timnas amat fokus terhadap pemanfaatan teknologi yang dampaknya amat positif bagi pemain.

“Kami melihat teknologi yang paling banyak diterapkan dalam latihan ialah di timnas. Teknologi semakin maju dan diimplementasikan dalam sepak bola sedikit demi sedikit. Hal-hal ini efektif, misalnya dengan walkie-talkie pelatih mengoreksi kami dari jauh,” imbuh pemain Barcelona itu.

Di Qatar, para pemain Spanyol juga kerap menggunakan skuter listrik untuk berangkat dari kamar mereka ke lapangan latihan. Itu juga menghemat waktu yang mereka habiskan jika menggunakan bus tim.

Enrique dikenal sebagai pelatih yang dekat dengan dunia digital. Setiap malam, kecuali ada pertandingan, dia duduk di kursi gaming mengenakan headset mengobrol panjang lebar di Twitch. Dia juga tidak membatasi obrolannya pada sepak bola semata, tetapi juga hingga ke hal-hal keseharian.

Lebih dari 700 ribu orang mengikutinya di Twitch dan lebih dari 400 ribu mengikuti dia di Instagram selama Piala Dunia ini. Enrique memoles reputasinya sebagai citra pelatih paling keren di Piala Dunia. Gayanya itu membantunya terhubung kepada publik Spanyol.

“Saya suka komputer, pada usia 21 tahun ketika saya tiba di Real Madrid, hal pertama yang saya lakukan ialah membelinya,” ujarnya.

“Rekan satu tim saya mengatakan kepada saya ‘tetapi Anda bahkan tidak tahu cara menyalakannya’. (Saya berkata) baiklah, jangan khawatir, suatu hari nanti saya akan belajar. Saya selalu menyukai teknologi. Saya ingat pernah menjadi salah satu pemain pertama yang menggunakan internet, membuat e-mail, dan membantu orang lain. Saya selalu menyukainya,” kata Enrique.

 

Penampilan identik

Gaya nyentrik lainnya di Piala Dunia kali ini tertuju pada pelatih Senegal Aliou Cisse dan pelatih Kamerun Rigobert Song. Penampilan keduanya di pinggir lapangan memimpin skuad masing-masing seakan identik. Cisse dan Song tampil gaya rambut gimbal panjang dan memakai topi.

Song merupakan mantan pemain yang pernah berseragam Liverpool. Dia juga dikenal sebagai sosok bintang ketika membela timnas Kamerun mulai 1993 hingga 2010. Namun, penunjukannya sebagai pelatih Kamerun sempat dibayangi kontroversi.

Karier kepelatihan Song mondar-mandir di timnas. Sempat menangani tim senior sebagai caretaker beberapa bulan pada 2018 dia lalu dipindahkan memimpin tim U-23. Baru pada Februari tahun ini dia diumumkan sebagai pengganti pelatih tim senior menggantikan Toni Conceicao.

Namun, penunjukkan Song tak luput dari kontroversi karena dia mendapat mandat langsung dari Presiden Kamerun Paul Biya. Penunjukan Song diumumkan Menteri Keolahragaan Kamerun Narcisse Mouelle Kombi, yang menyebut Song mendapat instruksi dari sang presiden.

Sementara itu, Cisse menjadi bagian generasi emas pertama sepak bola Senegal ketika edisi 2002 selaku kapten tim membawa skuad ‘Singa Teranga’ sampai ke babak perempat final.

Senegal kali itu baru pertama kali tembus ke Piala Dunia. Pada edisi Qatar ini pun Cisse berhasrat membawa skuad mengulangi pencapaian 20 tahun lalu itu.

“Kami tidak merasakan tekanan apa pun karena status kami jika dibandingkan dengan tim Afrika lainnya. Satu-satunya tekanan datang dari diri kami karena kami memiliki ambisi besar di kompetisi ini,” kata Cisse.

Pensiun sebagai pemain pada 2009, Cisse melanjutkan perjalanannya di bidang kepelatihan. Dia sempat menangani tim U-23 Senegal. Pada 2015 dia kemudian dipercaya memimpin timnas senior ‘Singa Teranga’.

Keberhasilan Cisse mulai terasa ketika membawa Senegal kembali lolos ke Piala Dunia pada edisi 2018 Rusia. Senegal juga diantarkannya menembus final Piala Afrika 2019 dan menorehkan sejarah menjuarai turnamen kontinental tersebut untuk pertama kalinya setelah menang atas Mesir di final. (AFP/R-3)

 

 


Sumber: mediaindonesia.com