GUBERNUR Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menyampaikan dukacita mendalam atas berpulangnya sesepuh budayawan Sunda yang juga politikus senior Tjetje Hidayat Padmadinata. Tjetje menghembuskan nafas terakhirnya di usia 89 tahun pada Rabu (9/11) pukul 16.45 WIB di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
“Saya menghaturkan dukacita mendalam atas nama pribadi, keluarga dan Pemprov Jabar atas berpulangnya guru kita, orang tua kita semua Bapak Tjetje yang berpulang hari ini,” ucap Ridwan Kamil di Bali, Rabu (9/11) malam mellaui Humas Pemprov Jabar.
Ia mendapat kabar duka tersebut saat sedang kunjungan kerja ke Bali dalam rangkaian kegiatan G20. Kang Emil, sapaan akrabnya, mengaku sangat kehilangan sosok inspiratif dan guru bangsa khususnya bagi masyarakat Jabar. “Kami sangat kehilangan sosok inspiratif guru bangsa khususnya
warga Jabar,” ujarnya.
Tanpa mengurangi rasa hormat, Kang Emil pun memohon maaf karena tidak bisa takziah secara langsung ke rumah duka. Rencananya Tjetje dimakamkan, Kamis (10/11) pagi, di TPU Gumuruh, Kota Bandung. Sebelumnya jenazah akan disalatkan terlebih dulu di Masjid Husnul Khotimah di Jalan Sagitarius, Kelurahan Gumuruh, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung.
“Saya pribadi mohon maaf tidak bisa hadir secara fisik karena ada rangkaian kegiatan G20 di Bali. Mudah-mudahan tidak mengurangi rasa hormat dan teriring doa dari kami semua,” ungkapnya.
Kang Emil berharap, kiprah Tjetje terus menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya. “Kami mendoakan semoga diterima iman islamnya dilapangkan alam kuburnya, dan terus menjadi inspirasi bagi kami anak-anak generasi berikutnya. Kepada keluarga yang ditinggalkan kami doakan semoga
dikuatkan ditabahkan atas musibah keberpulangan ini,” ucapnya.
Ucapan belasungkawa juga disampaikan, Wali Kota Bandung, Yana Mulyana yang mengaku sangat kehilangan dan turut berduka. “Atas nama Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dan pribadi, saya turut berduka. Semoga semua amal ibadahnya diterima Allah SWT,” kata orang nomor satu di Kota Bandung ini.
Yana mengakui, Kang Tjetje merupakan salah satu tokoh yang sering memberikan pemikiran dan masukan kepadanya.”Semoga keluarga yang ditinggalkan tabah dan diberikan kekuatan,” lanjutnya.
Sebagaimana diketahui, almarhum lahir pada 22 Juni 1933. Sejak muda ia dikenal sebagai aktivis dan politikus nasional lintas zaman, mulai dari Orde Lama, Orde baru, dan Reformasi. Ia terus bersuara untuk meluruskan berbagai ketimpangan kekuasaan. Bahkan, karena sikap tegasnya, ia kerap dijuluki aktivis ‘mahiwal’ (unik, aneh, lain dari yang lain).
Tjetje juga aktif menulis sejak 1960 sebagai sastrawan, kolumnis, dan jurnalis. Tulisannya terkait dengan komitmennya terhadap masalah kenegaraan dan politik, baik lokal, nasional, regional, maupun internasional. Ia dianggap sebagai tokoh pendobrak yang mendahului
zamannya. Konsekuensi dari sikapnya itu, sejak 1960 Kang Tjetje mesti merasakan pahit getirnya menjadi tahanan politik karena dituduh sebagai mahasiswa pendukung Gerakan Perdamaian Nasional (GPN).
Kalangan elite Indonesia mengenal Tjetje sebagai pengkaji ilmu politik, politisi multitalenta, sekaligus politikus yang teguh dalam memelihara integritas atas dasar moralitas dan budaya adiluhung. Atas dasar semua itu, Tjetje pun memperoleh gelar Doktor Honoris Causa bidang politik dari Universitas Pasundan. Sampai memasuki usia senjanya, Tjetje tetap aktif walau tak memiliki jabatan apa pun.
Kepergiannya begitu meninggalkan duka mendalam bagi tanah pasundan. Semoga almarhum Tjetje mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Esa. (OL-13)
Sumber: mediaindonesia.com