PENGAMAT kebijakan publik dan transportasi Bambang Haryo Soekartono mengkritik Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 184 Tahun 2022 tentang tarif penyelenggaraan angkutan penyeberangan kelas ekonomi lintas antarprovinsi dan lintas antarnegara.
Ia menilai beleid itu tidak sesuai dengan besaran tarif angkutan penyeberangan yang telah dihitung bersama stakeholder perhubungan dengan melibatkan Perwakilan Konsumen (YLKI), GAPASDAP, PT ASDP dan Jasa Raharja
Pasalnya, Kepmen itu tidak sesuai dengan Peraturan Menteri 66 Tahun 2019 tentang Mekanisme dan Formulasi Tarif Angkutan Penyeberangan.
Saat itu tarif angkutan penyeberangan lintas antar provinsi tertinggal sebesar 35,4% setelah penyesuaian tarif terakhir pada 2020.
“Ini mengakibatkan operasional angkutan penyeberangan antar provinsi mengalami kesulitan untuk memenuhi standarisasi keselamatan dan kenyamanan pelayaran. Oleh sebab itu para operator angkutan penyeberangan yang mengalami kesulitan berpotensi melakukan tawar menawar standarisasi keselamatan. Ini tentu akan sangat membahayakan keselamatan publik yang menggunakan angkutan penyeberangan,” ujar anggota DPR periode 2014-2019 itu.
Selain itu, kata ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur tersebut, beberapa perusahaan bahkan ada yang kesulitan memberikan gaji karyawan secara tepat waktu dan jumlah.
“Maka sumber daya manusia tersebut tentu sangat membahayakan terhadap operasional kapal karena kondisi kesejahteraannya sangat memprihatinkan,” ujar Bambang.
Bambang menambahkan, situasi menjadi lebih sulit karena penaikan harga BBM subsidi sebesar 32% belum direspons pemerintah dengan perubahan tarif yang memadai, sehingga perbedaan menuju break-even point menjadi lebih besar.
“Realisasi tarif hanya naik sebesar 11% di Kepmen KM 184/ 2022, berbeda dengan respons Kemenbub terhadap moda transportasi darat lainnya dengan menyetujui kenaikan tarif rata rata berkisar 25-40% baik logistik maupun penumpang,” tandas Bambang
Ia melibat perbedaan kebijakan terkesan diskriminasi. Padahal, tandasnya, Presiden Joko Widodo sangat memperhatikan sektot kemaritiman.
“Terlihat seakan Menhub membiarkan operator angkutan penyeberangan kesulitan. Sehingga terpaksa melakukan manipulasi keselamatan dan kenyamanan pelayaran. Padahal Menhub seharusnya yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pelayaran, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2008. Jangan politisasi keselamatan,” pungkasnya. (OL-8)
Sumber: mediaindonesia.com