Indeks
MICE  

Misteri Dua Sahabat dari Minato Kanae

BAGI penggemar sastra populer Asia, khususnya yang bergenre misteri dan thriller, nama Minato Kanae mungkin sudah tak lagi asing. Penulis asal Jepang tersebut terkenal berkat karya-karyanya yang mengerikan dan tak mudah ditebak. Tak sedikit karyanya juga telah diadaptasi menjadi film layar lebar di ‘Negeri Sakura’.

Di Indonesia, nama Minato Kanae semakin terkenal semenjak Penerbit Haru secara berkala menerbitkan karya-karyanya dalam bahasa Indonesia, termasuk Confessions, novel debutnya yang mendapat penghargaan Japanese Bookseller Award. Terbaru, pada November 2022, Penerbit Haru meluncurkan buku Kanae yang berjudul Girls. Girls pertama kali diterbitkan di Jepang pada 2009.

Penerjemah Girls, Andry Setiawan, mengatakan Minato Kanae tak pernah gagal menyuguhkan bacaan penuh misteri yang menegangkan. Cerita-cerita Kanae selalu membuat pembaca penasaran. Banyak potongan misteri dari setiap halaman yang tak mudah diterka, hanya akan bisa terjawab di akhir cerita.

“Karya sastra dari Jepang yang diterjemahkan di Indonesia memang belum banyak, hanya penulis yang namanya sudah sangat populer saja seperti Haruki Murakami. Padahal, sebenarnya banyak penulis lain dari Jepang yang meski namanya tak sepopuler seperti Haruki Murakami, kualitas karyanya tak kalah dari para penulis yang sangat populer itu,” ujar Andry, dalam diskusi virtual bertema Seeking Thrills, di Instagram Penerbit Haru, Minggu (4/12).

Di Jepang, dikatakan Andry, nama Minato Kanae sudah sangat populer, khususnya setelah Confession sukses diadaptasi menjadi film dan sangat populer di sana. Girls merupakan salah satu novelnya yang juga sangat terkenal setelah Confession.

Girls menceritakan kisah dua siswi sekolah menengah atas (SMA), Yuki dan Atsuko. Keduanya ialah remaja yang sekilas tak berbeda jauh dengan tipikal remaja kebanyakan. Penuh rasa ingin tahu, haus akan pembuktian diri, dan memiliki masalah tersendiri dalam kehidupan pertemanan serta keluarga.

Masalah muncul ketika ada seorang murid baru di sekolah mereka. Keduanya terkejut ketika tahu alasan kepindahan murid baru ke sekolahnya karena ia melihat mayat sahabatnya yang bunuh diri. Yuki menganggap pengakuan itu sekadar episode untuk menyombongkan diri, membuat Yuki ingin menyaksikan yang lebih hebat lagi dari pengalaman si anak pindahan. Ia tak hanya ingin melihat mayat, ia ingin menyaksikan proses manusia menyambut ajal.

Di lain pihak, Atsuko yang merasa dirinya lemah, mengira akan bisa memperkuat hatinya jika mampu menyaksikan orang yang sekarat, dan mungkin bisa memperbaiki persahabatannya dengan Yuki. Tanpa saling tahu, Yuki dan Atsuko menjalankan rencana mereka masing-masing demi melihat kematian yang sempurna.

Mereka berlomba-lomba mendahului maut, tetapi tak mengira bahwa keputusan-keputusan kecil mereka akan memicu reaksi berantai yang perlahan menjadi tak terkendali.

“Novel Girls ini akan membuat pembaca seakan tengah meraba dalam kegelapan. Tak tahu apa yang digapai hingga akhirnya di bagian akhir semua misteri yang ada sekaligus terpecahkan. Kita dibuat menunggu untuk bisa mengerti dan menggabungkan teka-tekinya,” ujar Andry.

Ia menambahkan, ketika mengurasi sejumlah novel Jepang yang akan diterjemahkan, ia sempat membandingkan beberapa karya Minato Kanae. Girls dipilih karena memiliki gaya yang sedikit berbeda dari kebanyakan karya Kanae lainnya.

“Novel ini memang lebih ringan jika dibandingkan dengan karya Kanae lainnya. Namun, tetap menghadirkan sisi misteri yang menegangkan dan mengejutkan,” jelasnya.

 

Isu generasi muda

Girls juga memiliki berbagai jalan cerita yang terasa lebih dekat dengan masyarakat masa kini, khususnya kalangan muda dan permasalahan yang lazim mereka alami. Di antaranya persaingan, masalah kesehatan mental, hingga beban hidup akibat harus menanggung kebutuhan ekonomi keluarga atau yang saat ini populer dikenal dengan sebutan generasi sandwich.

Dalam novel tersebut juga terdapat beberapa isu yang sensitif seperti bunuh diri, pelecehan seksual, hingga masalah keluarga yang ekstrem. Hal-hal yang bernuansa sangat gelap dan memicu depresi tersebut dikemas Kanae dengan apik hingga akan membuat pembaca ikut merasakan setiap ketakutan, kesedihan, hingga kemarahan yang ada pada setiap tokoh.

Karena itu, meski bercerita kehidupan remaja, novel tersebut sejatinya lebih cocok dibaca orang dewasa yang telah memiliki kematangan mental dan pemikiran. Dibutuhkan pandangan terbuka dan ketegaran dalam menerima setiap bab yang ada dalam novel tersebut.

Lewat Girls, sekali lagi Minato Kanae berhasil menghadirkan sisi lain pikiran manusia. Sisi gelap yang selalu ada dalam diri manusia meski tak semua orang mampu dan berani untuk mewujudkannya menjadi perbuatan nyata.

Sementara itu, meski bukan pertama kalinya menerjemahkan novel berbahasa Jepang ke bahasa Indonesia, Andry mengaku sempat kesulitan dalam proses penerjemahan Girls, terutama dalam membangun narasi yang dihadirkan Kanae tentang tokoh Yuki dan Atsuko. “Girls ini ada dua sudut pandang, yaitu dari Yuki dan Atsuko, yang sifatnya beda sekali. Yang satu dingin, yang satu sangat insecure. Saya sempat khawatir suara keduanya jadi terlalu mirip. Saya sangat berusaha agar keduanya tampak berbeda,” tutur Andry.

Selain itu, banyak percakapan panjang dalam bahasa Jepang yang penuh dengan makna. Karena itu, ia harus sangat berhati-hati menerjemahkannya agar menemukan padanan kata menjadi kalimat yang paling tepat.

Andry mengatakan karya-karya Kanae sangat direkomendasikan bagi penggemar novel populer bergenre thriller dan misteri, terutama untuk pembaca yang penasaran akan karya-karya penulis asal Jepang. (Pro/M-2)


Sumber: mediaindonesia.com

Exit mobile version