MICE  

Kontrol Miopi Anak dengan Lensa Khusus

GALUH,9, mengeluh kepada orang tuanya ketika mulai masuk sekolah dengan pembelajaran tatap muka awal tahun ajaran baru ini. Di kelasnya, tempat duduk siswa dirotasi bergantian tiap minggu. Jika  mendapatkan tempat duduk paling belakang, ia tidak bisa melihat tulisan di papan tulis secara jelas. “Akhirnya ia sering mencontoh buku catatan teman sebangkunya,” kata orang tuanya kepada Media Indonesia beberapa waktu lalu.

Orang tua Galuh membawanya ke dokter mata dan akhirnya ia disarankan menggunakan kaca mata karena mengalami miopi. Kasus Galuh banyak terjadi pada anak usia sekolah setelah pandemi covid-19. Perubahan kebijakan pembelajaran serta pembatasan kegiatan masyarakat menyebabkan sebagian besar anak beraktivitas dengan gadget dan laptop. Pasalnya, aktivitas luar ruangan berkurang untuk menekan penyebaran covid-19.

Miopia atau yang sering dikenal dengan mata minus atau rabun jauh adalah salah satu gangguan mata yang menyebabkan penderita kesulitan melihat benda jarak jauh dengan jelas. Gangguan mata minus juga termasuk dalam masalah kesehatan global yang kasusnya terus bertambah hingga saat ini. Para ahli di dunia memperkirakan bahwa setengah populasi dunia akan terkena miopi pada tahun 2050 .

Dokter Spesialis Mata Zoraya A. Feranthy menyampaikan miopi pada anak dapat menjadi berbahaya jika tidak dirawat dengan tepat. Selain mengganggu aktivitas harian mereka, miopia juga mengganggu kualitas penglihatan anak. Pertumbuhan mata minus yang tidak terkontrol, kata dia, akan mengakibatkan risiko terjadinya komplikasi penyakit mata lain di kemudian hari.

“Banyak yang belum mengetahui bahwa myopia dapat dikontrol pertumbuhannya, tidak hanya dikoreksi. Kini, terdapat beberapa opsi kontrol myopia, salah satunya adalah dengan menggunakan lensa kacamata khusus terapi myopia,” kata Zoraya dalam diskusi tentang kesehatan mata di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sejauh ini, faktor penyebab miopia ialah genetik, faktor lingkungan dan kebiasaan. “Namun, kondisi pandemi selama lebih dari 2 tahun yang juga punya pengaruh yang cukup besar terhadap peningkatan kasus tersebut,” kata dia.

Skrining

Zoraya menjelaskan terapi khusus myopia dapat dilakukan dengan teknologi DIMS (Defocus Incorporated Multiple Segments). Teknologi ini dikembangkan bersama The Hong Kong Polytechnic University untuk mencegah masalah penglihatan jangka panjang pada anak.

Hasil studi tindak lanjut yang dilakukan oleh Centre for Myopia Research dan diterbitkan pada bulan Maret 2021 di British Journal of Ophthalmology, menunjukkan bahwa laju perlambatan perkembangan myopia dari waktu ke waktu dapat dikontrol pada kelompok anak yang menggunakan lensa dengan teknologi DIMS.

Lensa yang di Indonesia juga disediakan Hoya Lens Indonesia bernama Miyosmart ini dapat mengoreksi rabun jauh pada seluruh permukaan serta dilengkapi area segmentasi defokus/DIMS guna menahan pertumbuhan myopia pada anak, yang disusun dengan pola menyerupai sarang lebah.

Selain itu, Zoraya menyarankan orangtua yang memiliki anak dengan riwayat miopi juga harus membiasakan anak untuk lebih banyak melakukan aktivitas luar ruangan. Kekurangan asupan vitamin D alami dari sinar matahari, kata Zoraya, ternyata membuat mata minus semakin parah.

“Deteksi dini dan pilihan terapi yang tepat dapat menahan laju pertumbuhan miopi pada anak. Oleh karena itu, skrining kesehatan mata anak sangatlah penting. Bagi orang tua yang anaknya memiliki gejala myopia, segera periksakan mata anak Anda untuk memastikan diagnosa agar terdeteksi dan dirawat sejak dini,” imbuhnya. (H-3)


Sumber: mediaindonesia.com