MICE  

Ketahanan Pangan Bukan Hanya Soal Penyerapan

PEMERINTAH merespons kekhawatiran akan memburuknya ketahanan pangan dunia dengan menguatkan cadangan pangannya melalui optimasi penyerapan dalam negeri. Namun pemerintah sebaiknya juga tidak melupakan masalah keterjangkauan pangan.

“Langkah awal yang baik dalam memperkuat ketahanan pangan. Walaupun produksi dalam negeri beberapa bahan pangan pokok diperkirakan mencukupi, pemerintah sebaiknya tidak menutup opsi impor bila harga pasaran internasional lebih murah agar pasokan pangan tidak saja mencukupi tetapi juga terjangkau,” ujar Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran melalui keterangannya, Selasa (8/11).

Peraturan Presiden (Perpres) nomor 125 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah yang ditetapkan dan diundangkan pada 24 Oktober 2022, menugaskan Perum Bulog untuk memperkuat ketahanan pangan.

Untuk tahap pertama, tiga bahan pangan pokok yaitu beras, jagung dan kedelai akan diperkuat cadangan pemerintahnya.

Untuk dua bahan pangan pokok pertama, produksi dalam negeri diperkirakan mencukupi. Namun pasokan maupun harga tidak merata selama setahun. CIPS menyarankan pemerintah untuk terbuka pada opsi impor untuk menutup kekurangan sesaat dan menjamin kestabilan harga.

Hasran mengatakan, definisi ketahanan pangan bukan saja soal ketersediaan pangan tetapi juga kemampuan masyarakat untuk mengaksesnya, karenanya bahan pangan juga harus terjangkau, terutama bagi golongan kurang mampu.

Berbagai tekanan ekonomi, seperti pemutusan hubungan kerja, menyebabkan keterjangkauan sebagian masyarakat kepada pangan menjadi semakin berkurang.

Pemerintah memang menetapkan harga jual cadangan pangan yang dikelola Bulog. Namun selisih dengan harga pembelian harus ditutupi dari APBN. Semakin besar selisihnya, maka akan semakin tinggi subsidinya.

Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras pada 2022 sebesar 32,07 juta ton dan konsumsi dalam negeri sebesar 30,90 juta ton, sementara Badan Pangan Nasionalmengatakan produksi jagung nasional pada 2022 akan mengalami surplus di atas 2 juta ton.

Sebaliknya kedelai sebagian besarnya masih diimpor. Tahun 2021, Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 2.489.690 ton menurut data BPS. Sedangkan Kementerian Perdagangan mencatat kebutuhan per bulannya yaitu sekitar 200.000 ton.

Empat hari setelah keluarnya perpres, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan, presiden memerintahkan Bulog segera membeli beras dari petani berapapun harganya. Sebelumnya Bulog kesulitan menyerap beras dari pasar dalam negeri karena harga pembelian yang ditetapkan pemerintah lebih rendah dari harga pasar.

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan tingginya harga pangan. Beberapa di antaranya adalah tantangan-tantangan produksi pertanian, seperti perubahan iklim, infrastruktur irigasi yang belum memadai, kurangnya penggunaan teknologi, berkurangnya lahan pertanian, petani yang semakin sedikit dan menua serta rendahnya produktivitas pertanian.

Selain itu, produk pertanian juga harus melalui rantai distribusi yang panjang. Panjangnya rantai distribusi menyebabkan tingginya biaya transportasi yang pada akhirnya akan memengaruhi harga jual di tingkat konsumen. (OL-8)


Sumber: mediaindonesia.com