Indeks
MICE  

Jeratan Pinjol Persulit Proses KPR

PERSYARATAN pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) masyarakat rupanya banyak mengalami penolakan. Persoalan ini rupanya menjadi salah satu kendala masyarakag memiliki hunian yang layak. 

“Kalau dulu, pengajuan KPR banyak ditolak karena credit card, sekarang pengajuan KPR banyak ditolak karena calon debitur terlilit utang pinjol (Pinjaman Online).Belum lagi terhadap status kerja konsumen yang berubah dari karyawan tetap menjadi kontrak,” ungkap Arvin F. Iskandar, Ketua DPD REI DKI Jakarta dalam acara Temu Anggota REI DKI Jakarta, di Jakarta, belum lama ini. 

Pengembang, lanjut Arvin, sangat berharap adanya solusi berupa dukungan kebijakan dari regulator dan perbankan bagi para pelaku industri properti. Misalnya, dengan cara memberikan relaksasi, tanpa mengurangi upaya-upaya mitigasinya.

Sebab, inflasi dan kenaikan suku bunga juga menjadi tantangan bagi pelaku industri properti dan masyarakat. Ditambah persyaratan pengajuan yang ternyata lebih ketat dibandingkan sebelumnya.

Sementara itu Wakil Ketua DPD REI DKI Jakarta Bidang Pembiayaan dan Perpajakan David Iman Santosa meminta, pemegang otoritas terus berkoordinasi. Sehingga, bisa menghasilkan terobosan berupa relaksasi pembiayaan yang tepat bagi pertumbuhan bisnis properti.

“Sektor properti terbukti sebagai growth drivers, pendorong pertumbuhan ekonomi. Peran BI, OJK dan perbankan harus betul-betul tepat dalam melakukan identifikasi persoalan lapangan yang terus berubah. Jangan (justru) sampai menghambat namun tetap dalam koridor memitigasi risiko yang ada,” ujarnya.

Menurut Peneliti Eksekutif, (Deputi Direktur) Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Woro Kusumaningrum, OJK telah memberikan dukungan terhadap pengembangan sektor properti dari sisi supply maupun demand agar lebih optimal dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian. Apalagi, perkembangan kredit properti baik dari sisi demand maupun supply terus menujukkan pemulihan pasca pandemi covid-19.

Dari sisi supply, kredit sektor RealEstat menunjukkan peningkatan. Hingga Januari 2023 tumbuh sebesar 18,6% yoy. Sejalan dengan itu, pertumbuhan kredit properti (demand) cenderung stabil disepanjang  periode pandemi dan masih tumbuh positif sebesar 7,38%yoy pada Jan 2023. Pada januari 2023, NPL sektor realestate tercatat 2,02% dan Kredit properti tercatat 2,29%.

“Pertumbuhan kredit pada sektor properti tersebut karena didukung dengan adanya pengendalian risiko kredit yang relatif terkendali. OJK tetap memberikan dukungan terhadap pengembangan sektor properti dari sisi supply maupun demand agar lebih optimal dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian,” tambahnya.

Salah satunya Lewat POJK No. 27/2022 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. Beleid tersebut berisi tidak ada larangan bagi  Bank untuk menyalurkan kredit atas pengadaan/pengolahan tanah kepada pengembang. Tentunya, dengan tetap memperhatikan manajemen risiko termasuk menghindari spekulasi.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Yati Kurniati menyebutkan, untuk mendorong kinerja sektor properti, BI telah mengeluarkan beberapa kebijakan relaksasi  lewat kebijakan insentif makroprudensial, Pelonggaran LTV/FTV, Menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden serta beberapa kebijakan lainnya.

Kepala Divisi Retail Credit Risk Division (RRD) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) Beki Kanuwa menjelaskan, untuk memudahkan pengembang dalam mengakses layanannya, BTN Menyediakan layanan perbankan untuk stakeholders pada value chain perumahan serta membangun ekosistem yang terintegrasi dan terdigitalisasi.

“Digitalisasi Proses Bank BTN Dikembangkan untuk Memenuhi Kebutuhan Stakeholder dalam Ekosistem Perumahan. Lewat BTN Properti, BTN Propertifor Developer , Mobile Banking , dan E-Mitra ,” terangnya.

Pada kesempatan yang sama Pemimpin Divisi Manajemen Produk Konsumer PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI) Teddy Wishadi, menyebutkan guna tetap menjaga pertumbuhan bisnis properti dimasa endemi maka BNI menjalankan beberapa strategi. Diantaranya, fokus ekspansi pada segmen primary market, baik untuk calon debitur fixed income dan non fixed income. Pembiayaan KPR subsidi, Kebijakan LTV 100%, simplikasi proses kredit dan inovasi terhadap fitur dan pricing. (R-3)

Sumber: mediaindonesia.com

Exit mobile version