MICE  

Inkubasi Bisnis Berprinsip Sosial-Lingkungan

PRANEE menjadi juara pertama dalam program Inkuri (Inkubator Usaha Lestari) yang berlangsung di Bali pada Agustus 2022. Di program inkubasi tersebut, ada sekitar 12 kelompok usaha berskala kecil dan menengah, baik yang sudah berjalan maupun baru. Dua belas kelompok bisnis itu terkurasi menjadi enam finalis yang berkesempatan mendapat kesempatan pitching dengan para pemimpin usaha dan investor.

Pranee, yang kala itu terdiri dari para siswa SMA, merupakan peserta termuda dan berhasil menjadi juara pertama. Ide mereka membuat produk detergen ramah lingkungan dari material limbah kulit buah tampaknya memikat para juri dan memiliki potensi bisnis yang bisa dikembangkan lebih lanjut ke depan.

“Sebenarnya kami agak kaget saat ikut program inkubasi dari Inkuri pada tahun lalu karena dalam bisnis konvensional, utamanya, kan, keuntungan. Namun, saat ikut inkubasi Inkuri, kami juga dikenalkan bagaimana bisnis yang juga punya dampak pada lingkungan dan sosial. Dari memperhatikan lingkungan sekitar, pemberdayaan warga, hingga penggunaan material lokal sebagai salah satu keunikan nilai jual,” kata kopendiri Pranee, merek detergen organik asal Bali, Kadek Satria Purnama, saat berbincang dengan Media Indonesia melalui sambungan telepon, Senin (12/12).

Saat ini, Pranee masih dipasarkan di area Bali dan masih mencari cara serta skema untuk bisa didistribusikan ke luar pulau. Dana hibah dari Inkuri mereka gunakan secara bertahap untuk pengembangan bisnis.

“Bisnis kami mencoba menjawab permasalahan terkait dengan pencegahan masifnya pencemaran air sungai,” lanjut Satria.

Dalam tahap inkubasi bisnis tersebut, Satria dan kedua kawannya di Pranee dikenalkan dengan skema bisnis yang memiliki tanggung jawab sosial. Mereka juga diintroduksikan dengan pola pikir bisnis yang bertumbuh, tanpa harus terpentok dengan dana.

“Para peserta inkubasi diajak kunjungan ke beberapa pelaku usaha social enterprise di Bali yang sudah bisa memberikan dampak dan berjalan secara berkelanjutan, baik secara kesejahteraan, sosial, dan lingkungan. Dari situ kami studi banding. Setelah itu, barulah memetakan minat dan modal (keahlian) bisnis yang kami punya,” kata Satria.

Beberapa proses yang dilalui di antaranya pembuatan wordbook, semacam pemetaan permasalahan, penentuan persona bisnis, target pasar, posisi produk di pasaran, dan daya beli pada produk tersebut.

“Juga riset pasar. Adakah pesaing serupa di Bali? Kalau ada, bagaimana komparasinya, mulai dari nilai yang diusung hingga harga,” ujar Satria.

Setelah diberi pemahaman terkait dengan kanvas model bisnis lestari, barulah para peserta diajari konsep bisnis yang lebih praktis seperti upaya mendapat modal dan cara distribusi produk.

“Program tersebut menjadi peluang besar. Asal punya kemauan besar, kita bisa kembangkan bisnis baru karena juga diberi dana dalam pengembangannya,” tutup dia. (Jek/M-3)

 


Sumber: mediaindonesia.com