Indeks
MICE  

Film Indonesia Lima Tahun Mendatang Diyakini akan Makin Menarik

Sutradara Joko Anwar menilai perkembangan film Indonesia dalam lima tahun ke depan akan menjadi lebih menarik. Hal itu, menurutnya sebab film-film Indonesia dihasilkan oleh para sineas yang kini sudah kian dekat dengan bahasa sinema dunia.

Misalnya saja, semakin banyak film dengan kekuatan lokal, tetapi punya resonansi pada tema universal yang juga bisa diterima oleh penonton internasional. Hal itu menjadi salah satu faktor penting bagaimana produk budaya seperti film bisa berbicara dengan cara pandang tempat asal sang sutradara.

“Film yang bisa dinikmati oleh orang di luar tempat dibuatnya adalah film yang memiliki universalitas tapi punya cara pandang dari tempat film tersebut dibuat. Misalnya saya di Perempuan Tanah Jahanam, secara tema itu universal. Tentang hubungan orangtua dan anak diceritakan dengan sudut pandang Indonesia, spesifiknya Jawa. Dinamika karakternya, tempat tinggal, tapi punya kesamaan isu di lanskap global,” kata Joko dalam sesi gelar wicara On The Scene: The Present and Future of Film di Indonesia yang berlangsung di gelaran IdeaFest 2022, JCC, Jakarta, Jumat, (25/11).

Joko melanjutkan, hal itu memiliki dua fungsi. Fungi pertama, bagi penonton film yang berasal dari tempat sama film dibuat bisa menjadi medium refleksi mengenai suatu isu yang dihadapi. Sementara, bagi penonton di luar film diproduksi, mereka akan memberikan sudut pandang dan perspektif berbeda dalam menghadapi permasalahan serupa. Dengan begitu, juga membuka pemikiran.

Di samping itu, Joko menilai ketika era platform streaming kini kian diterima sebagai salah satu pilihan menonton film, semua sudah jadi semakin sejajar. Artinya, film Indonesia juga tidak saja cuma ditujukan ke penonton dalam negeri, tetapi juga penonton dunia. Sehingga secara kriya estetikanya adalah hal yang tidak boleh luput.

Selain Joko, sutradara Kamila Andini, yang film terbarunya memenangkan film terbaik di FFI 2022, mengatakan dirinya selalu mencoba memiliki cerita dengan tema universal. Ia mencontohkan Yuni, film yang menang Platform Prize di Toronto International Film Festival.

Film tersebut membicarakan isu pernikahan remaja yang punya kedekatan dengan permasalahan di beberapa negara Asia maupun Asia Tenggara.

“Dan saya menyadari, sinema itu bergerak. Jadi penting untuk sineas tahu pergerakan sinema tiap tahunnya itu sudah sampai mana, teknis baru yang dilakukan, kebaruan eksplorasi yang dilakukan para sineas di dunia. Enggak cuma dunia yang besar, kadang melihat benchmark Hollywood. Tapi di di liga kecil kita, Asia atau Asia Tenggara, itu juga diperhatikan pergerakannya. Sehingga saat membuat film juga tahu eksplorasi apa yang cukup kontekstual,” kata Kamila dalam kesempatan sama dengan Joko.

Sementara itu, produser film aksi laga komedi The Big 4, Wicky V. Olindo mengatakan, perspektif pemodal dan pekerja film dalam negeri pun sudah berubah. Ia melihat saat ini muncul nama-nama baru baik yang di depan maupun di belakang layar.

Perkembangan platform streaming, yang selalu membutuhkan penambahan katalog konten mereka, dilihat Wicky juga jadi salah satu pendorongnya.

Streamer membutuhkan konten yang variatif. Dan dari konten itu, dibutuhkan aktor, kru, dan para pekerja film yang terlibat. Ini membuka peluang bagi nama yang baru muncul,” tutur Wicky.

(M-4)

Sumber: mediaindonesia.com

Exit mobile version