MICE  

Diversity In Unity Dokter Indonesia: Catatan Tahun 2022

Brigjen TNI Purn Dr dr Soroy Lardo, SpPD KPTI FINASIM CIQnR, CIQaR, Ketua Departemen Lembaga Pemerintah PB IDI, Alumni TOT Lemhannas – 2022

PERJALANAN dokter Indonesia pada 2022 meninggalkan catatan dan harapan untuk membangun peradaban Indonesia satu sehat yang dicitakan. Catatan dan harapan tersebut adalah kesepahaman akan tanggung jawab menata kembali arsitektur kesehatan bangsa yang akibat covid-19 yang menggerus multisektoral kehidupan.

Pandemi covid-19 membuka kontak pandora, tidak semata penyakit infeksi sebagai clinical entity dan community entity, gambaran infeksi virus ini memiliki dampak klinis yakni berpotensi memberat bagi pasien dengan komorbid, dan dampak komunitas, yakni berpotensi menyebar (super spreader) di masyarakat dengan gejala ringan bahkan tanpa gejala. 

Penyakit ini telah membangun suatu multijalur berantai menguak akar rumput masyarakat berkerangka kohesi sosial yang berdampak kepada kualitas hidup dan kinerja di masyarakat, tidak semata re-emerging infectious diseases, namun re-emerging social diseases. 

Menghadapi kondisi ini, pemerintah, IDI, dan organisasi profesi lainnya sudah bekerja keras menerapkan kebijakan dan mitigasi untuk mengurangi dampak kolateral dan secara berkelanjutan menguatkan layanan primer untuk monitoring dan tatakelola efek long-covid.

Setidaknya, pandemi covid-19 menstimulasi suatu komitmen kolaborasi multidisiplin tenaga kesehatan dengan keterlibatan birokrasi, lingkungan/budaya dan proaktif masyarakat dalam memahami kesenjangan, bahkan konflik kepentingan menyikapi penyebaran covid-19 dan kesadaran dan kesepakatan bersama ekosistem kesehatan baru menyikapi transformasi kesehatan yang dicanangkan Kementerian Kesehatan.

Bagaimana bangsa kita menyikapi dan berperan dalam ekosistem dan transformasi kesehatan di masa mendatang? Sudah tentu merupakan suatu pekerjaan dan kinerja yang memerlukan kerja sama multisektoral yang didukung oleh multidisiplin keilmuan. 

Problematika dan tantangan global kesehatan menghadapi tiga masalah utama yakni kualitas dan dampak hidup sehat masyarakat, pendidikan dan keterbatasan sumber daya manusia dan pemberdayaan teknologi kedokteran.

Pemberdayaan Koferiferal Kesehatan.

Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan teknologi kedokteran merupakan problematika di negara-negara berkembang. Identifikasi dan verifikasi yang menguak saat pandemi varian delta, menggerakkan kerja keras setiap elemen pelayanan memenuhi kebutuhan kasus yang perlu dirawat terkait dengan memberat dan mortalitas. 

Pembelajaran ini menumbuhkan kesadaran, SDM merupakan komponen yang perlu disiapkan dalam transisi pandemi menuju endemi. Tantangan kesehatan global dalam transisi endemi tidak terlepas dari perubahan iklim global penyakit infeksi dengan potensi penyebarannya, yaitu perubahan kelembaban, bionomik nyamuk dan meningkatnya densitas vektor. Penyakit yang diperantarai vector borne diseases, water borne disease, dan penyakit berkaitan perubahan dan pencemaran lingkungan, bahan toksik menyebabkan tingginya penyakit tidak menular, termasuk kesehatan mental.

Saat ini, sebenarnya, kita tidak perlu ragu dengan diversitas yang terbangun, suatu kekuatan ekosistem kesehatan, dan ketahanan bangsa yang perlu dirajut dengan kuat dalam bentuk pemberdayaan regional dan daerah, mewujudkan tanggung jawab sosial bergeraknya transformasi kesehatan menuju titik-titik masyarakat untuk mengisi kebutuhan dan berdayanya komponen kesehatan daerah. 

Salah satu bidang yang dapat diberdayakan adalah peran dokter sebagai inisiator dan penggerak masyarakat melingkupi ruang, dan waktu setiap daerah memprioritaskan skala pembangunan kesehatan sebagai otonomi perkuatannya. 

Kita membutuhkan kepemimpinan dan jejaring yang kuat, menggalang kerjasama antar daerah, sebagai posisi yang mewujud kekuatan koferiferal dan dapat menggerakkan roda-roda kesehatan dan ketahanan bangsa.

Multidimensi dan tantangan kesehatan di Indonesia

Tahun 2022 merupakan tantangan pembangunan kesehatan dengan kompleksitas kebijakan dan realitas di lapangan yang memerlukan kolaborasi para pihak, yakni akses layanan kesehatan primer, problematika stunting, pendidikan kedokteran, dan RUU Kesehatan bertumpu perlindungan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. 

Layanan kesehatan primer merupakan ujung tombak yang menautkan sinergitas kekuatan infrastruktur birokrasi kesehatan dengan kemandirian partisipasi kesehatan di daerah. 

Konstruksi perbedaan setiap daerah, terutama daerah terpencil dan pulau terluar memicu suatu kebutuhan yang bervariasi terkait dengan stratifikasi penyakit, berdampak kepada suatu ekspansi perencanaan dan tata kelola yang berbeda. 

Layanan kesehatan primer diharapkan tidak semata menurunkan angka kesakitan dan angka kematian, namun menumbuhkan suatu kesadaran berkembangnya generasi mendatang dengan kualitas hidup sehat yang lebih baik. Problema stunting merupakan pekerjaan rumah yang berkesinambungan sejak periodik pemerintah sebelumnya, beragam upaya dan kebijakan sudah dilaksanakan, baik melalui pendekatan multidisiplin keilmuan dan pendekatan sosial kemasyarakatan. 

Terdapat kesenjangan dalam memahamai stunting sebagai kultur kesehatan yang perlu dibedah secara teliti terkait dengan integrasi terpadu yang melibatkan kesepahaman sebagai bagian dari kesehatan pertahanan bangsa. 

Pendidikan kedokteran tahun ini menjadi primadona perbincangan baik di tingkat kebijakan maupun di tingkat komunitas organisasi profesi dan institusi pendidikan, terkait dengan belum terpenuhinya distribusi dokter dan dokter spesialis di setiap pelosok daerah. 

Pemenuhan dan distribusi dokter merupakan kondisi klasik yang saat ini memerlukan spirit kebersamaan dan keterbukaan serta interaksi dinamis mengisi ruang-ruang diskusi dan perdebatan, keperluan adanya suatu sistem terintegrasi, dan proses yang berkelanjutan sejak mahasiswa – kepaniteraan – internship dan menjalani pendidikan spesialis. 

Sebenarnya kita sudah memiliki UU No 20 Pendidikan Kedokteran tahun 2013 untuk merangkum sistem terintegrasi tersebut. Namun, mengingat kebijakan dan penerapan di lapangan memerlukan kohesivitas lintas departemen dan kemauan politik yang kuat, pelaksanaannya sampai saat ini masih belum sempurna. 

Pendidikan kedokteran dan dokter spesialis perlu dirajut dengan azas koherensi dan inherensi yakni Kemendikbud – Kemenkes dengan organ Fakultas Kedokteran yang sudah ditunjuk memetakan kembali kebutuhan dokter umum dan dokter spesialis dengan melibatkan Kolegium Profesi untuk mengawal standar profesi pendidikan yang adaptif. 

Bagi dokter yang menjalani pendidikan di luar negeri perlu adanya jejaring standar adaptasi yang dapat menjadi mutu dan keselamatan pelayanan bagi masyarakat. 

Undang-undang Omnibus Law Kesehatan yang menjadi perbincangan berita, berkumandang sebagai undang-undang yang dibutuhkan untuk mengurai dan memberikan solusi problematika kesehatan saat ini. 

Namun, di tengah perdebatan dan gaungnya ternyata tidak diketahui siapa penyusunnya. Sudah tentu kondisi ini membangun spirit konsolidasi dan soliditas IDI dan organisasi profesi lainnya untuk proaktif mempertanyakan dan membangun konsep argumentatif bahwa konsep Omnibus Law Kesehatan hendaknya disosialisasikan berasaskan transparansi, akuntabilitas, kerjasama, kesetaraan dan kesejawatan.

Satu IDI dan satu organisasi profesi untuk diversity in unity

Multikulturalisme merupakan nilai faktual dan historis bangsa dan mewarnai sejarah pembangunan bangsa sampai saat ini. Identitas, nasionalisme, kebhinekaan adalah keniscayaan, bergerak mewujudkan nilai-nilai kemerdekaan, yang dibangun oleh tetesan akal, kalbu dan darah para pejuang menguak sebagai kekuatan berkelanjutan (power sutainability).

Keberagamanan merupakan tantangan sekaligus berkah bangsa, mengingat empat pilar bangsa sudah merajut membentuk suatu kohesivitas untuk saling memahami pluralitas sebagai identitas perasatuan nasional dan keadilan sosial. 

Beranjak dari perspektif perjuangan tersebut, IDI dan Organisasi Profesi lahir sebagai tanggung jawab sejarah dan sosial menopang derajat kesehatan masyarakat untuk tertata dan terimplementasi-nya kualitas hidup sehat masyarakat sebagai wujud self-responsibility dan self-participation yang memahami situasi lapangan (field operation), didukung oleh kaidah-kaidah tanggung jawab moral berdasarkan etika profesi dan tanggung jawab tata kelola keilmuan berdasarkan kebijakan dan petunjuk Kolegium keilmuan profesi.

Berpijak dengan perkembangan ilmu kedokteran (presisi) dan arsitektur global kesehatan, menstimulasi upaya dan dukungan terhadap enam pilar transformasi kesehatan. 

Menghadapi hal tersebut memerlukan peran organisasi-organisasi profesi kesehatan untuk memperkuat pilar-pilar transformasi kesehatan sebagai Smart Power, bersinergi dengan kebijakan Hard Power bersama Kemenkes. 

Sinergitas tersebut akan bergerak ‘bak’ bola-bola yang berkemampuan menggelidingkan multi potensi kesehatan bangsa mengawal suatu undang-undang kesehatan yang sudah berjalan baik saat ini. 

Setiap upaya untuk menganalisis dan melakukan suatu pembaruan undang-undang kesehatan, melibatkan peran serta organisasi-organisasi profesi kesehatan, sebab, organisasi-organisasi tersebut berdasarkan perjalanan sejarah pembentukannya, dan perannya mengawal pembangunan kesehatan di setiap periodik penggantian pemerintah sudah ditempa sebagai mitra pemerintah (Kemenkes) dalam wujud kolaborasi dan kesetaraan untuk memberikan nilai-nilai solutif dan sintesis, baik di daerah maupun di pusat. 

Keterlibatan dalam penyusunan naskah akademik undang-undang kesehatan berdasarkan transparansi dan akuntabiltas, akan memberikan suatu kebijakan berdaya dalam bentuk diversity in unity untuk kesehatan bangsa.

Kesimpulan

Perjalanan dokter Indonesia dan organisasi profesi kesehatan pada 2022 meninggalkan catatan dan harapan untuk membangun peradaban Indonesia satu sehat yang dicitakan melalui perwujudan nilai-nilai identitas, nasionalisme dan kebhinekaan mewujud satu organisasi profesi untuk mendukung pemerintah menguatkan undang-undang kesehatan dan transformasi kesehatan, berasaskan transparansi dan akuntabilitas, kolaborasi, kesetaraan dan kesejawatan. 


Sumber: mediaindonesia.com