SEHARI-hari bekerja sebagai sopir wisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Robert Kennedy Diaz kerap merasa malu. Bukan karena pekerjaannya, melainkan karena kerap mendengar wisatawan mengeluhkan banyaknya sampah di tempat dengan keindahan seperti surga dunia itu.
Tidak ingin kampung halamannya terus tercemar sampah, ia mulai memungut sampah seorang diri sejak 2010. Meski kerap diejek ‘orang gila’, Robert terus menjalankan aksinya.
Pada mulanya, Robert mengajak keluarganya untuk membuang sampah di tempat yang benar dan memilahnya. Menjadi Ketua Rukun Tetangga (RT), ia juga mengajak para warga untuk melakukanyang hal sama.
“Ini saya kerjakan sambil kampanye, tiap hari keliling kampung pakai pengeras suara. Reaksi awal warga, ya, mereka masa bodoh. Dan orang berpikir saya ini gila. Saya lakukan sejak 2010 dan barulah pada 2015 ada kesadaran bersama.”
Kegigihan Robert itu akhirnya terbayar dengan kesadaran bersama oleh warganya untuk menjaga lingkungan. Salah satu tekadnya ialah dirinya ingin Labuan Bajo bersih.
“Tidak mau lagi mendengar kata Labuan Bajo kotor dari turis yang datang. Sampai anak saya pernah dirisak oleh teman-teman di sekolahnya, dibilang bapaknya pemulung sampah. Di Flores, mengurus sampah itu terhina. Tapi saya terima itu, istri juga terima. Hanya anak saya yang tidak menerima ketika itu. Cuma sekarang dia sudah bisa menerima dan menjadi penerus.”
Kini, Robert bersama gerakan Labuan Bajo Bisa (Bersih, Indah, dan Sehat) masih rutin melakukan gerakan bersih sampah dengan mengumpulkan sampah-sampah yang berserak dengan karung. Gerakan Robert bahkan sempat dianggap ‘saingan’ oleh pemerintah setempat. Namun, pada 2017pemerintah pun paham niat Robert dan kini didukung dari tingkat desa sampai kabupaten. Aksi Robert bersama Labuan Bajo Bisa pun diganjar penghargaan Arkatama Awards 2022 sebagai pahlawan keluarga pilar lingkungan. (Jek/M-1)
Sumber: mediaindonesia.com