B20 Indonesia 2022 Finance and Infrastructure Task Force telah menetapkan blended finance sebagai area fokus utama dalam rekomendasi kebijakannya kepada G20, khususnya di bawah rekomendasi meningkatkan akses ke sumber pembiayaan yang terjangkau dan sesuai untuk infrastruktur.
Seperti apa blended finance bisa menjadi sumber pendanaan alternatif? Berikut wawancara Media Indonesia dengan Chair B20 Finance & Infrastructure Task Force, Ridha Wirakusumah.
Bisa dijelaskan, apa itu blended finance?
Ada berbagai bentuk pendanaan, seperti aid/philanthropy, impact & social investors, dan commercial investment, dengan karakteristik masing-masing, baik dalam pengembalian, impact targets, vehicles of investments, dan lain-lain.
Blended finance menggabungkan semua yang berbeda ini ke dalam satu struktur.
Blended finance menggabungkan pembiayaan publik konsesional dengan pembiayaan swasta non-konsesional dan keahlian dari sektor publik dan swasta, entitas bertujuan khusus, pembiayaan proyek non-recourse, instrumen mitigasi risiko, dan struktur pendanaan gabungan.
Ini termasuk kemitraan pemerintah dan swasta yang memperkecil risiko spesifik investasi dan memberi insentif terhadap adanya tambahan pembiayaan sektor swasta di seluruh sektor pembangunan utama yang dipandu oleh kebijakan dan prioritas pemerintah daerah, nasional, dan lokal untuk pembangunan yang berkelanjutan.
Mengapa blended finance diperlukan?
Ada kesenjangan pendanaan pada sektor-sektor kunci SDG seperti energi, telekomunikasi, pertanian, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, pendidikan, transportasi, air dan sanitasi, serta kesehatan. Data UN Conference on Trade and Development (UNCTAD) menyebut kesenjangan investasi dan pendanaan di seluruh sektor utama SDG mencapai US$2,5 triliun. Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim memiliki kesenjangan terbesar hingga 33% atau kurang dari kebutuhan sebenarnya.
Untuk itu, penting menarik modal swasta untuk membiayai proyek-proyek di khususnya di negara berkembang yang selaras dengan SDGs.
Apa tujuan dari blended finance?
Tujuan dari blended finance adalah untuk menciptakan profil pengembalian risiko yang dapat diterima untuk memobilisasi investasi sektor swasta untuk proyek SDG di negara berkembang.
Blended finance dapat membantu mengurangi hambatan investasi dan biaya modal rata-rata dari suatu proyek.Dengan menambahkan tahapan baru dan mengkonfigurasi ulang yang sudah ada, ada perubahan dalam pengembalian yang disesuaikan dengan risiko yang memungkinkan transaksi menjadi bankable.
Seperti apa karakteristik utama dari transaksi blended finance?
Dari segi leverage, sektor swasta belum akan dimobilisasi tanpa intervensi blended finance. Dari sisi dampak, underlying activity berkontribusi pada SDGs di negara berkembang, namun tidak semua pihak harus memiliki niat pembangunan.
Lalu dari segi return, transaksi diharapkan mencapai pengembalian finansial yang positif. Pengembalian berkisar dari konsesional hingga harga pasar dan tergantung pada jenis investor sektor swasta dalam kesepakatan.
Negara mana saja yang gencar melakukan blended finance?
Aktivitas blended finance di Afrika sub-Sahara masih kuat, mencapai 61% pada 2020. Sementara ada kenaikan juga di Amerika Latin, dari 11% di 2019 menjadi 17% di 2020.
Bagaimana dengan manfaat blended finance di Indonesia?
Blended finance dapat membantu Indonesia dengan mengembangkan proyek menjadi lebih bankable sehingga dapat memobilisasi investasi swasta untuk pembangunan berkelanjutan, menarik bantuan teknis untuk berbagai proyek, hingga mengurangi risiko dan/atau meningkatkan pengembalian untuk suatu proyek.
Ada beberapa contoh kesepakatan infrastruktur yang telah ditandatangani di Indonesia. Di sektor air ada proyek SPAM Pekanbaru, dengan biaya Rp750 miliar, melibatkan Envitec, Memiontec, PT PP Infrastruktur, Indonesia Infrastructure Finance (IIF), PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), dan pemerintah Indonesia.
Lalu ada proyek pengembangan dan pengelolaan Bandara Internasional Hang Nadim di Batam yang melibatkan, antara lain, PT Angkasa Pura, Incheon International Airport Corporation, dan Wijaya Karya (Persero) Tbk, yang memakan dana Rp240 miliar.
Bagaimana peran sektor swasta dalam blended finance?
Blended finance membantu mengatasi tantangan investasi sektor swasta di negara berkembang. Ada sejumlah tantangan/hambatan dari investasi swasta, namun bisa diatasi melalui blended finance.
Pertama, risiko investasi di negara berkembang cukup tinggi, dengan ekspektasi pengembalian (return) jauh di atas kemungkinan pasar.
Dalam hal ini, blended finance memungkinkan subordinasi konsesional pendanaan untuk memungkinkan risiko/pengembalian investasi menjadi dapat diterima oleh investor.
Selanjutnya, volatilitas mata uang negara berkembang tinggi, ini menghambat baik itu debt investors (risiko kredit meningkat) dan investor ekuitas (penurunan IRR). Melalui blended finance, dana konsesional dapat menyerap risiko mata uang yang dapat menyebabkan kerugian pada pinjaman atau ekuitas.
Selain itu perihal lingkungan bisnis yang lemah dan korupsi yang tinggi. Peringkat low income countries (LIC)/middle income countries (MIC) relatif rendah di negara berkembang pada berbagai peringkat kemudahan berusaha dan persepsi korupsi. Hal ini juga diperhitungkan oleh investor swasta.
Dalam hal ini, solusi portofolio blended finance yang dikombinasikan dengan modal kerugian pertama yang ditanggung pihak Pemerintah dapat mencapai diversifikasi risiko yang kuat di banyak negara dan proyek.
Terakhir, Kurangnya skala/ukuran kesepakatan kecil. Ukuran kesepakatan biasanya di bawah US$10 juta membuat utang portofolio dan investasi ekuitas tidak efisien dan mahal. Dalam hal ini, blended finance dapat menciptakan solusi portofolio di mana serangkaian transaksi kecil dapat didanai.
Seperti apa bentuk-bentuk blended finance?
Blended finance terdiri dari berbagai tingkatan. Pertama, project level. Yakni modal publik dan pribadi dicampur dalam sebuah single project atau struktur keuangan perusahaan. Contohnya Zhanatas Wind Farm, Kigali Bulk Water Project.
Kedua, fund level. Yakni investor publik dan swasta mengumpulkan sumber daya untuk diinvestasikan dalam beberapa proyek atau perusahaan, contohnya Climate Investor One, Danish Climate Investment Fund.
Ketiga, fund-of-funds, yakni dana yang diinvestasikan dalam dana lain. Contohnya Sarona Frontier Markets Fund 2, Global Energy Efficiency & Renewable Energy Fund. Keempat, facility. Yakni lembaga jangka panjang yang dibentuk untuk memadukan berbagai bentuk modal. Contohnya Global Environment Facility, GuarantCo.
Seperti apa proyeksi blended finance ke depan?
Skema blended finance memerlukan penggunaan strategis modal katalistik dari sumber publik atau filantropis untuk meningkatkan investasi sektor swasta agar dapat memberi dampak pada pembangunan global. Namun, saat ini skema itu belum maju dan perlu ditingkatkan secara signifikan, terutama di negara-negara berkembang.
B20 Task Force berharap bank pembangunan, lembaga keuangan pembangunan, dan mekanisme lain seperti kemitraan pemerintah-swasta dapat memanfaatkan potensi sesungguhnya dari skema blended finance demi pembangunan yang berkelanjutan. Dengan demikian pengaturan struktur instrumen blended finance ini juga perlu dipertimbangkan dengan cermat. (Ifa/Ant/OL-10)
Sumber: mediaindonesia.com