Indeks
MICE  

Belajar dari Pengalaman Qatar

PERJALANAN Qatar di Piala Dunia 2022 berakhir di fase grup. Walaupun berstatus sebagai tuan rumah, Qatar gagal memanfaatkan dukungan publik sendiri sehingga sudah harus dinyatakan tidak bisa masuk babak 16 setelah kalah di laga kedua putaran pertama.

Hasil tersebut membuat Qatar menjadi negara kedua yang sudah tersingkir di fase grup setelah Afrika Selatan pada 2010. ‘Si Marun’ bahkan tercatat sebagai tuan rumah pertama dalam sejarah Piala Dunia yang gagal lolos ke fase gugur setelah menjalani laga kedua.

Pelatih Qatar Felix Sanchez menegaskan bahwa timnya memang tidak membuat target di Piala Dunia kali ini. Setelah kalah 0-2 dari Belanda di pertandingan terakhir Grup A, Sanchez mengatakan timnya hanya ingin tampil dan melihat sejauh apa perjalanan yang bisa ditempuh.

“Kami menjalani pertandingan yang bagus melawan Senegal dan Belanda. Saat laga pertama melawan Ekuador, kami tidak di level yang biasanya dan kami tahu itu,” jelas Sanchez.

Tersingkir dalam waktu singkat tentu mengejutkan publik Qatar. Apalagi yang mereka tahu, Sanchez sudah mempersiapkan pasukannya berbulan-bulan sebelum Piala Dunia dibuka pada 20 November lalu. Maka, tidak mengherankan jika suporter tuan rumah terlihat meninggalkan stadion saat Qatar tertinggal dari Senegal. Pemandangan itu terlihat saat pertandingan belum ditutup oleh wasit.

Kegagalan Qatar di pentas dunia juga sangat kontras dengan persiapan mereka untuk menjadi penyelenggara. Seperti diketahui, Qatar rela menggelontorkan uang hingga US$200 milar sejak 2010 ketika mereka resmi memenangi pemilihan tuan rumah Piala Dunia tahun ini. Uang sebanyak itu digunakan untuk membangun tujuh stadion baru yang megah dan berbagai fasilitas.

Namun, bagi Sanchez, hasil di Piala Dunia tidak akan berdampak fatal bagi sepak bola Qatar. “(Perjalanan di) Piala Dunia sudah selesai, tapi sepak bola akan tetap berlanjut di sini (Qatar),” kata pelatih asal Spanyol itu.

Sanchez menambahkan Qatar adalah negara yang menyukai sepak bola dan akan terus mengembangkan para pemain mudanya untuk bisa masuk tim senior. “Kami bisa berkompetisi di Asia dan dengan begitu, akan ada pengalaman yang didapat. Kami akan bisa juga bersaing di ajang seperti ini (Piala Dunia),” ujarnya.

Banyak tantangan

Tantangan bagi Qatar untuk sukses di Piala Dunia memang sangat besar. Mereka sudah tentu mengusung target prestasi dan penyelenggaraan. Dari target pertama, Qatar sudah dipandang sebelah mata sejak putaran babak penyisihan.

Pasalnya, lawan-lawan Qatar di Grup A sudah pernah merasakan tampil di Piala Dunia, sedangkan Qatar bisa memperoleh kesempatan tampil di turnamen akbar empat tahunan ini berkat menjadi penyelenggara.

Kedua, Qatar mendapat banyak kecaman sejak mereka terpilih jadi tuan rumah 12 tahun lalu. Tuduhan suap untuk bisa menjadi tuan rumah hingga pelanggaran HAM terhadap kaum imigran terus dialamatkan kepada Qatar. Bahkan suara-suara sumbang terus berdatangan jelang beberapa jam Piala Dunia dibuka.

Kendati demikian, Qatar bergeming. Qatar yakin ajang yang sudah mereka persiapkan bertahun-tahun lamanya itu akan sukses. Walaupun dari segala penjuru datang kabar tidak sedap, Qatar percaya diri setidaknya bakal sukses dalam urusan menggelar pesta akbar empat tahunan untuk para pencinta sepak bola.

Qatar bahkan menambahkan aturan yang tidak biasa, yakni larangan mengonsumsi minuman beralkohol di dalam stadion. Banyak penonton yang kecewa pastinya. Namun, suara yang protes hampir tidak terdengar. Apalagi penonton juga dengan sukarela mau menenggak minuman bersoda sebagai pengganti bir.

Justru isu tentang LGBT lebih menggema. Pasalnya, larangan soal mengenakan atau membawa atribut warna-warni tidak diperbolehkan oleh tuan rumah dan itu sampai membuat salah satu tim peserta, yakni Jerman, melakukan protes. Para pemain Jerman saat hendak melawan Jepang di putaran pertama mencuri perhatian karena

memasang gestur tutup mulut sebagai tanda keberatan.

Kenalkan Islam

Di luar target, Qatar tentu menjadikan Piala Dunia sebagai momentum untuk mengenalkan isi negaranya, khususnya tentang Islam. Di Masjid Katara, Doha, disebar buklet yang menjelaskan tentang Islam dan Nabi Muhammad. Informasi disajikan dalam berbagai bahasa. Salah satu relawan di Masjid Katara, Ziad Fateh, mengatakan bahwa Piala Dunia menjadi kesempatan bagi Qatar untuk mengenalkan Islam dan mengubah pandangan orang-orang, khususnya dari negeri Barat, yang biasanya mengaitkan Islam dengan radikalisme.

“Kami mengenalkan ke banyak orang tentang prinsip-prinsip di dalam Islam, pentingnya ikatan keluarga, serta kewajiban untuk menghormati tetangga dan kaum nonmuslim,” kata Fateh.

Di sisi lain, di sekitar Masjid Katara yang juga dikenal sebagai Masjid Biru, ditempatkan beberapa relawan yang bertugas untuk menjawab pertanyaan soal Qatar. Jika ada yang datang dan ingin tahu seputar Qatar, akan disuguhi kopi khas Arab. Salah satu relawan, Somaya, mengatakan kebanyakan pertanyaan seputar poligami, hijab, dan

apakah wanita tertindas dalam Islam.

Di Pearl, pulau buatan di Qatar, banyak mural yang bertuliskan katakata yang pernah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW selama menyiarkan Islam. Kemudian di Pasar Souq Waqif, tempat yang ramai dikunjungi oleh para suporter, disebar secara gratis buklet dan buku yang disematkan catatan bertuliskan ‘Jika mencari kebahagiaan, kamu akan menemukannya di dalam Islam’.

Sultan bin Ibrahim Al Hashemi, seorang profesor hukum Islam di Universitas Qatar, mengatakan Piala Dunia seharusnya dapat digunakan untuk melawan islamofobia. Saat bertemu dengan sejumlah fan, Hashemi bahkan mengatakan bakal menawarkan mereka untuk memeluk Islam.

“Jika ada kesempatan, saya akan me nawarkan itu dengan anggun. Sebaliknya, jika tidak ada peluang, saya akan bilang bahwa mereka adalah tamu dan saudara kami,” kata Hashemi seraya berkata tawaran untuk memeluk Islam tidak bisa melalui paksaan.

Seorang pegawai di Kementerian Agama Qatar mengatakan Piala Dunia bukan menjadi ajang untuk mengubah keyakinan seseorang, melainkan untuk memberi informasi tentang Islam.

Beberapa penonton juga berpendapat bahwa tidak masuk akal menjadikan Piala Dunia sebagai ajang untuk mengajak seseorang untuk mengganti agamanya. “Piala Dunia menjadi kesempatan yang bagus untuk mengenal Islam, tapi tidak ada yang memeluk agama baru selama turnamen,” kata Petr Lulic, penonton dari Kroasia. (AFP/R-2)


Sumber: mediaindonesia.com

Exit mobile version