MICE  

Kehangatan Keluarga hingga Menjaga Kebersihan Stadion

DI luar pertandingan, banyak sisi-sisi manusiawi yang mencuat sepanjang Piala Dunia Qatar 2022. Salah satu yang paling menonjol ialah kehangatan keluarga yang turut mengiringi skuad Maroko.

Menjadi tim pertama dari Benua Afrika yang mencapai semifinal Piala Dunia, skuad ‘Singa Atlas’ juga meraih kesuksesan berkat dukungan sosok ibu. Sepanjang turnamen, Maroko menampilkan sisi kegembiraan yang langka karena sosok ibu menjadi pendukung terbesar para pemain.

Achraf Hakimi yang menjadi penentu kemenangan Maroko atas Spanyol di babak 16 besar menarik perhatian para juru foto ketika melakukan perayaan. Seusai selebrasi gol di adu penalti, dia menuju tribune untuk merayakan kemenangan dengan ibunya di antara para penonton.

Foto-fotonya menerima ciuman bangga di pipi dari ibunya pun viral dan menuai banyak pujian. Setelah pertandingan, dia sempat mengunggahnya di media sosial dengan pesan, ‘Aku mencintaimu ibu’.

Hakimi juga melakukan hal yang sama setelah kemenangan perempat final melawan Portugal. Dia naik ke tribune untuk memeluk ibunya. Pemain klub Paris Saint-Germain Prancis itu menilai peran orangtua yang luar biasa tak boleh terlupakan.

“Kami berasal dari keluarga sederhana yang berjuang untuk mencari nafkah. Hari ini saya berjuang setiap hari untuk mereka karena mereka sudah mengorbankan diri untuk saya,” ungkap mantan pemain Real Madrid itu.

Tak hanya Hakimi yang mendapat kehangatan dukungan dari sosok ibu. Para pemain Maroko lainnya juga menyapa orangtua mereka setelah laga. Salah satunya Sofiane Boufal yang tertangkap kamera tengah menari-nari dengan ibunya di tepi lapangan seusai kemenangan atas Portugal.

Sang pelatih Walid Regragui juga menerapkan hal serupa. Dia naik ke tribune untuk merayakan kemenangan bersama ibunya sesuai laga perempat final. Ibu Regragui yang tinggal di Paris selama lebih dari 50 tahun tidak pernah menonton langsung anaknya sebagai pemain ataupun pelatih.

Namun, sang ibu ngotot ingin hadir langsung di Qatar menyaksikan anaknya memimpin Maroko. Hasilnya, dukungan yang diberikan sang ibu menginspirasi pelatih Regragui untuk mencetak sejarah bagi Maroko, yakni pertama kali menembus semifinal Piala Dunia.

Kehadiran keluarga itu memang dirancang timnas Maroko untuk memberi motivasi lebih. Presiden federasi Maroko Fouzi Lekjaa dan Regragui memfasilitasi anggota keluarga untuk bisa hadir di setiap laga.

Anggota keluarga yang dipilih para pemain mendapat fasilitasi perjalanan secara penuh di Qatar. Mereka pun selalu hadir di Hotel Wyndham Doha West Bay, tempat tim berlatih, untuk memompa semangat.

Melibatkan orangtua dalam turnamen menjadi strategi pembangunan sisi moral yang dilakukan Maroko. Prinsip itu ditanam Regragui kepada para pemain. “Kesuksesan kami tidak mungkin terjadi tanpa kebahagiaan orangtua kami,” ucapnya.

Dilihat dari penampilan Maroko, strategi tersebut tergolong berhasil. Kemenangan mereka melawan Spanyol dan Portugal ialah dua kejutan besar di turnamen sejauh ini. Meski tak lolos ke final, Maroko sudah mencetak sejarah.

 

Tradisi bersih-bersih

Sisi lainnya yang tak kalah menyedot perhatian ialah perilaku pendukung Jepang. Suporter tim ‘Samurai Biru’ selalu meninggalkan kesan positif melakukan bersih-bersih di tribune stadion setiap laga usai.

Ketika Jepang menang di laga fase grup atas Jerman, perayaan tak berarti dilakukan dengan bebas berbuat semaunya. Pendukung Jepang mengutamakan tata krama lebih dulu.

Suporter berusaha keras menunda perayaan untuk memastikan tribune-tribune bersih dari sampah demi menghormati tempat tersebut. Prinsip itu dipegang pendukung Jepang ketika suka ataupun duka. Ketika Jepang kalah dari Kroasia di laga 16 besar, mereka tetap melakukan bersih-bersih seusai laga.

Suporter sepak bola Jepang memang dikenal dengan tradisi mereka terbiasa membersihkan stadion tak hanya kali ini. Bagi orang Jepang, hal itu bukanlah hal yang luar biasa karena sudah tertanam sejak kecil sebagai bagian pendidikan perilaku.

“Apa yang menurut Anda istimewa sebenarnya bukan hal yang aneh bagi kami,” kata Danno, seorang suporter Jepang.

“Ketika menggunakan toilet, kami membersihkannya sendiri. Ketika kami meninggalkan ruangan, kami memastikannya rapi. Itu sudah menjadi kebiasaan. Kami tidak bisa meninggalkan tempat tanpa membersihkannya. Itu adalah bagian dari pendidikan kami, pembelajaran sehari-hari,” ujarnya.

Sebagian kalangan berpikiran aksi tersebut juga demi kepentingan publisitas. Namun, suporter Jepang bukan kali ini saja melakukannya, melainkan juga pada edisi Piala Dunia sebelum-sebelumnya.

Pada Piala Dunia 2018 di Rusia, Jepang juga kalah di babak 16 besar melawan Belgia melalui gol injury time. Meski patah hati, kekalahan tidak mengurangi kebiasaan suporter Jepang memungut bekas tempat makanan atau gelas minuman di tribune-tribune.

Menjaga kebersihan dan kerapian sudah dikenal luas berakar dalam budaya Jepang. Sedari kecil, orang Jepang ditanamkan adab-adab kebersihan dari yang paling sederhana, seperti membersihkan kamar, toilet, dan ruang kelas sekolah.

“Kebersihan dan kerapian seperti agama bagi kami di Jepang dan kami menghargainya,” kata seorang suporter Jepang, Saysuka.


Sumber: mediaindonesia.com